Memoar pertama dalam novel Andrea Hirata
(this article is written in Bahasa Indonesia)
Seperti halnya karya yang lain, selalu ada kutipan manis dan pesan-pesan baik yang ditinggalkan Andrea Hirata dalam bukunya.
Dalam novel ini, diceritakan kisah seorang lelaki bernama Sabari, laki-laki sederhana yang mencintai perempuan bernama Lena. Perempuan pertama dan terakhir dalam hidup Sabari.
Disisi lain, buku ini juga mengisahkan seorang anak bernama Amiru yang diceritakan seiringan dengan kisah Sabari. Kedua tokoh menyimpan hubungan yang tak pernah dijelaskan hingga di akhir cerita, Pak Cik Andrea — selalu menghadirkan twist yang tidak biasa, mempertemukan mereka dalam suatu pertemuan terbaik dalam hidup masing-masing. Pertemuan yang paling didamba-damba kan seorang Ayah.
Bagian lain dalam hidup Sabari adalah cinta yang sulit ia dapatkan dan mencintai meski sudah dicurangi nasib berkali-kali. Sabari tetap sabar. Seumur-umur dia tahu perempuan, dan Lena adalah orangnya. Tak pernah belok dan tak pernah luntur.
Lewat puisi, Sabari bercerita tentang kesedihannya, kerinduannya, cintanya. Lewat cerita dalam novel ini, Pak Cik Andrea menjadikan Sabari pemenang. Memoar dalam kata-kata, soal cintanya yang tak pernah mati.
Buku ini adalah cerita tentang para ayah, pengalaman, dan makna hidup. Tentang proses berdamai dengan nasib dan poin pentingnya, bahwa true love does exist.
Tulisan ini dedikasikan untuk kutipan-kutipan favorit saya dari kisah Sabari, Lena, dan Amiru yang saya baca dalam novel “Ayah”.
Kutipan
Berikut kutipan dari dialog, narasi, dan puisi favorit saya yang ada dalam Novel “Ayah”.
Waktu dikejar
Waktu menunggu
Waktu berlari
Waktu bersembunyi
Biarkan aku mencintaimu
dan biarkan waktu menguji
— chapter Merayu Awan, halaman 64
Cinta adalah mahkota puisi
Musim adalah giwang puisi
Hujan adalah kalung puisi
Bulan adalah gelang puisi
Cincin adalah perhiasan
— chapter Bunga Ilalang, halaman 37
Wahai awan
Kalau bersedih
Jangan menangis
Janganlah turunkan hujan
Karena aku mau pulang
Untukmu Awan
Kan kuterbangkan layang-layang
— chapter Merayu Awan, halaman 63
Malaikat-malaikat turun untuk melihat niat yang baik
— chapter Amiru dan Sepedanya, halaman 89
“Dalam peri kehidupan manusia, sebelum nasib sial menghantamm bertubi-tubi, mengganggur, tak lolos audisi, kena PHK, kena tipu, utang membelit, prahara rumah tangga, ekonomi sulit, berupa-rupa ppenyakit, tiada jeda menghantam sampai napas tersangkut di tenggorokan, lalu mati, nasib memanjakan manusia dengan satu masa yang hebat: SMA.”
— chapter SMA, halaman 35
“Segala hal dalam hidup ini terjadi tiga kali, Boi. Pertama lahir, kedua hidup, ketiga mati. Pertama lapar, kedua kenyang, ketiga mati. Pertama jahat, kedua baik, ketiga mati. Pertama benci, kedua cinta, ketiga mati. Jangan lupa mati, Boi.”
— chapter Merayu Awan, halaman 65
“..Itulah ilmu tertinggi seni menyenangi hal-hal kecil. Itulah sabuk hitamnya”
— chapter Barang Antik, halaman 51
“Di dunia ini hanya ada dua macam laki-laki, yang gagal dan yang sukses”
— chapter Perlambang, halaman 55
“Tahukah Boi, langit adalah keluarga…”
“…Awan dan angin tak terpisahkan karena mereka saudara kandung. Ibu mereka adalah bulan, ayah mereka matahari. Setiap sore angin menerbangkan awan ke barat, matahari memeluk anak-anaknya dan dunia mendapat senja yang megah.”
— chapter Merayu Awan, halaman 62
“Akan tetapi, rupanya, cinta, meski sebelah mata maupun buta, selalu saja berbuah kebaikan.”
— chapter SMA, halaman 37
“Senin adalah langkah awal menuju segala-galanya. Senin mengandung semua kebaikan dari hari-hari. Senin buah manis dari pohon Minggu. Senin adalah hari yang disayangi Tuhan dan dibenci iblis,..”
— chapter Sayap Kecil yang Sempat Tumbuh Lalu Patah Lagi, halaman 66
“Tuhan selalu menghitung, dan suatu ketika, Tuhan akan berhenti menghitung”
— chapter Semua Kebaikan dari Saputangan, halaman 77
“Janganlah bersedih, waktu mengambil seorang sahabat, dan waktu menggantikannya dengan shabat yang lain. Berdamailah dengan waktu, karena waktu akan menyembuhkan dan menyembuhkan.”
— chapter Ayah yang Bersembunyi, halaman 186
“Aku, waktu, dan kawan-kawanku”
Kulihat kawan-kawabku di laut
Kulihat kawan-kawanku di lubang-lubang tambang
Kulihat kawan-kawanku di sudut-sudut pasar
Kulihat kawan-kawanku di pabrik-pabrik
“Hai, tahukah kau?” Kawanku bertanya
“Kawanmu sudah pergi”
Kulihat waktu telah memberiku semuanya
Kulihat waktu mengambil semuanya
“Tidakkah kau bersedih, Kawan?” tanya kawanku
Tidak, karena waktu juga kawanku
— chapter Ayah yang Bersembunyi, halaman 185
“Konon, hari yang paling penting dalam hidup manusia adalah hari saat manusia itu tahu untuk apa dia dilahirkan. Sekarang Sabari tahu, dia dilahirkan untuk menjadi seorang ayah.”
— chapter Rabun, halaman 227
“Apa yang tak mampu membunuhmu akan membuatmu semakin kuat.”
— chapter Kata yang Pandai Berpuisi, hamalan 269
“Ingat, Boi. Dalam hidup ini semuanya hanya terjadi tiga kali. Pertama aku mencintai ibumu, kedua aku mencintai ibumu, ketiga aku mencintai ibumu.”
— chapter Purnama Kedua Belas, halaman 394
Aku adalah sungai
Aku adalah anak belibis
Aku adalah awan-awan sisik JAnuari
Tak ada, tak ada
Meski kau tenggelamkan aku di dasarmu
Tak ada bahagia yang dapat kau sembunyikan dariku
— chapter Biru, halaman 386